Hay friends, Dengerin lagu yuks
Hehehehe ..
Hay friends,,,??
My Name is Irvan Efendy
I am Indonesian people
Aye ingin sekali jadi artiss :) HeHeHee...
Hopefully all useful
Thank you .



PEDULI ANAK YATIM DAN DHUAFA'

Kamis, 28 Januari 2016

SYAIKH ABDUL MALIK AMIR MAGHRIBI

DEPOK     

Pada penyerbuan Fatahillah ke sunda kelapa 1522-1527 M saat itu pulalah terjadi perpindahan secara besar ribuan pasukan Demak Bintoro menuju Sunda kelapa ( sekarang Jakarta ), Syaikh Abdul Malik Amir Maghribi dan putranya yang bernama Husain menyertai Fatahillah berjihad ke Sunda kelapa, dari jihad fi sabilillah Syaikh Abdul Malik Amir Maghribi kemudian berdakwah keliling tanah jawa kemudian membangun Padepokan Blacanan di daerah Pekalongan seperti ayahnya yang juga seorang penasehat di Padepokan Trengguli Wonosalam Demak. Beliau bersama Syaikh Hasan Tohir merupakan salah seorang ulama yang hidup pada masa  Kerajaan Demak. Dia memiliki garis keturunan dengan Sunan malik ibrohim maghribi Gresik. Beliau bermukim di Demak, lokasi tepatnya sekarang adalah di Desa Trengguli, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Demak.Semasa hidupnya dia bersama kyai dan tokoh agama Islam lainnya bermukim di tempat yang digunakan untuk mendidik para calon kyai yang akan diterjunkan di sejumlah daerah. Terdapat sembilan guru ahli agama yang mengusai berbagai ilmu, seperti ahli nahwu, ahli ilmu kanuragan, pengobatan,Fiqih,Tauhid, Tashawuf, dan lainnya.Mereka yang berada di Padepokan Trengguli tersebut antara lain: Syekh Maulana Abdurrahman bin Syaikh Ibrohim Husain Maghribi bin Syekh Abdullah (penasehat), Syaikh Hasan Tohir (pengasuh padepokan),anggota pengasuh :Syaikh Ali Ahmad, Nyai Sayidah Siti Arifah istri Syaikh Hasan Tohir, Syaikh Mutholib,Syaikh Maulana Saifuddin, Syaikh Abdul Manan, Syaikh Abdul Malik Amir Maghribi, Syaikh Abdul Ghofur. Kesembilan guru tersebut mendidik para santri dengan tahapan yang detail. Masing-masing mereka mengajarkan ilmunya kepada para santri dengan cara yang mudah difahami. Para santri bukan hanya dididik soal agama, cara beribadah yang benar,membiasakan semua langkah dengan Dzikir, tetapi juga diberi pemahaman tentang kanuragan, pengobatan dan sebagainya khususnya ilmu Thoriqoh ,Kesemua ilmu tersebut sangat bermanfaat untuk syiar Islam.Sikap dan rasa prihatin (Tirakat ) ditanamkan kepada para santri dengan maksud agar mereka lebih siap mental menghadapi persoalan tersulit. Sebab, perjuangan syiar Islam bukan hal mudah, terutama syiar yang dilakukan di daerah terpencil( pedalaman ).Apalagi bila mendapat perlawanan dari pemegang kekuasaan atau oleh mereka yang punya kekayaan.Pendidikan di Padepokan trengguli ini juga mendapat pengajaran langsung dari majlis Walisongo,seperti Sunan Kalijaga, Sunan Muria,Sunan Gunungjati dan Sunan Kudus. Mereka menjadi guru  ilmu-ilmu shufi khos (Thoriqoh).Para santri yang dinyatakan mumpuni langsung diarahkan untuk menyebarkan Islam ke daerah penjuru nusantara. Bahkan, ada yang berdakwah syiar Islam ke daerah lain di manca negara.Meski telah berada di daerah lain, tak jarang komunikasi tetap dilakukan. Seperti dengan mengirimkan warga yang telah masuk Islam untuk menjadi santri di padepokan tersebut. Peran padepokan ini terbukti mempercepat penyebaran Islam di Indonesia. Di antara mereka ada yang mendirikan pondok pesantren, ada pula yang mendirikan pendidikan agama di surau-surau dan lainnya.Namun seiring perjalanan waktu, Padepokan Trengguli seperti tak meninggalkan jejak. Para pengasuh dan pendiri padepokan meninggal, serta anggota lainnya banyak yang meninggalkan padepokan untuk menyebarkan islam. Kini yang tersisa hanyalah sejarah.seperti juga Padepokan Ampel Denta Sunan Ampel di Surabaya yang kini tinggal sejarah.Namun hasil perjuangan mereka telah mendukung perjuangan dalam menyebarkan Islam di Indonesia, bahkan sampai Malaysia, Brunai Darrussalam, Philipina, Thailand, Kamboja.begitu pula Padepokan blacanan dipekalongan lenyap ditelan waktu hanya tinggal sejarah.Maka jika ditilik dari sejarah tersebut diatas maka Syaikh Abdul Malik Maghribi adalah tokoh belakang layar dibalik berdirinya Jayakarta ibukota Republik Indonesia  dimasa lalu (masa  Fatahillah )maka makam putra dan cucu beliau yang bernama Datuk Husain di Jayakarta dan datuk Ibrohim di Condet sangat dirawat oleh masyarakat Condet bahkan didirikan mushola disana yang bernama Mushola Assa’adah di Gang datuk Ibrohim Condet Balekambang Jakarta timur. Maka tidak asing bagi masyarakat Depok Blacanan khususnya dan Pekalongan pada umumnya untuk menguji iman dan nasibnya merantau ke Jakarta seperti jejak para leluhurnya karena tanpa disadari Jakarta-Pekalongan mempunyai ikatan emosional turun temurun, maka dari itulah  jarang (sedikit) yang  merantau ke Semarang atau Surabaya atau jauh ke Madura.Diriwayatkan dalam kitab Syajaroh li syaikh ahmad bin ali bin umar jakarta bahwa Syaikh abdul malik Amir Maghribi adalah  Putra Syaikh Abdurrahman Al maghribi Trengguli putra Syaikh Ibrohim Husain Maghribi Demak putra Syaikh Abdullah Maghribi Semanding Tuban putra Syaikh Maulana Malik Ibrohim Maghribi Gresik putra Sulton Zainal ‘Alam putra Sulton Jamaluddin Husain ( Datuk Tuwajo Makassar ).Diriwayatkan pula dalam kitab Tarikh Auliya  karya Syaikh Bisyri Mushtofa Rembang bahwa Syaikh jamaluddin husain ( Datuk Tuwajo Makassar ) adalah bin al Imam Ahmad Syah Jalal bin al Imam Amir Abdullah Khan bin Abdul Malik Amir bin Alwi Ammul faqih bin Muhammad Shohib Mirbath bin ‘Ali khali’ qosam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin ‘Ubaidillah bin Ahmad al Muhajir bin ‘Isa bin ‘Ali al ‘Uroidly bin Ja’far Shodiq al madany bin Muhammad al baqir al madany bin ‘Ali zainal abidin al madany bin Imam Husain bin Imam ‘Ali bin Abi tholib Krw suami Fathimah binti Sayyidina Muhammad SAW.silsilah tersebut juga diterangkan dalam perpustakaan Jamiat Kheir Jakarta oleh Habib Ali Ahmad Assegaf dan juga Habib Muhammad Alwi al Habsyi Jakarta diterangkan pula dalam Kitab Al Madkhol ila Tarikh al islam fi syarqil aqsha karangan Al Allamah Al Habib alwi bin Thahir  al Haddad mufti Johor. Dalam kitab Syajaroh diriwayatkan ketika Syaikh Abdul Malik Amir Maghribi wafat beliau dimakamkan di Padepokan Blacanan bersama cucu beliau yaitu Syaikh Datuk Ahmad bin Ali Jatinegara dibawah rindang pohon Tanjung sari anom yang saat ini berada dilokasi wisata Pantai Depok mirip kisah Syaikh Hasan bin Muhammmad al Haddad (Mbah Priok) yang dimakamkan dibawah pohon Tanjung bersama periuknya sehingga daerah tersebut kini terkenal dengan Tanjung Priok Jakarta.Kini padepokan blacanan menjadi nama desa disebelah timur dengan nama Depok dan di sebelah barat dengan nama Blacanan dengan bukti kitab-kitab tersebut serta riwayat para sesepuh dan orang-orang  Tua yang masih mengingat dalam memori mereka dalam wawancara dengan beberapa warga sekitar  bahwa mereka sempat melihat ada makam kuno di bawah pohon tanjung sari anom,Maka tidak aneh jika didaerah sekitar Padepokan blacanan dipesisir pantura Pekalongan Pemalang bertebaran makam-makam tua para penyebar islam yang makamnya ada yang masih terawat ada juga yang lenyap karena perubahan alam atau tangan jahil manusia seperti makam-makam berikut Ini:
1. Datuk Ahmad bin ali jatinegara
2. Makam Pangeran Anom  Depok
3. Makam mbah Abu Sahar Depok
4. Makam Among jiwo di Ulujami
5. Makam  Rokodimerto  di Ulujami
6. Makam Syaikh Syamsuddin Pantai Wisata Widuri
7. Kanjeng Sepuh Suwargi Reksodiningrat Segeseng
8. Makam kyai wulan di samong
9. Makam Datuk Muhammad  makam suci Rembun
bahkan konon menurut cerita dari mulut ke mulut masyarakat sekitar Depok Blacanan tokoh legendaris Nyi Rantan sari pernah “nyanggrah/ nyantri “ di Padepokan blacanan tempat jatuh keretanya dinamai Kedung pedati dan tempat ilang perhiasannya dinamai Kedung inten. Beberapa keanehan kadang terjadi di sekitar makam tanjung sari anom antara lain :
              Pada tahun 60 an ada ikan seukuran bis kota terdampar disana dan semua orang yang terlibat menyakiti ikan tersebut ada yang mati atau ilang tanpa kabar,     sebagian petani melati ada yang pernah ditemui seseorang yang kadang mengaku sebagai Kaji Kuningan yang mengaku dari sunda kelapa atau pangeran Kyai Sholeh, itu adalah julukan Syaikh Abdul Malik Amir Maghribi sehingga menurut wawancara dengan warga sekitar makam Mbah Abu Sahar  Depok ada yang sebulan sekali masih ziarah ke tanjung sari walaupun saat itu makam penuh rumput dan ilalang.ini bisa dijadikan  tauladan bagi pemuda yang menghargai para sesepuhnya. Konon ada pendatang yang mengencingi pohon tanjung sari sampai dirumah ia terus terkena nasib sial dan sakit tak bisa diobati sehingga mati.Juga diselatan makam ada sumur yang sebagian warga menamai sumur tanpo ono yang dahulu sering digunakan para orang tua untuk mengobati penyakit atau keperluan yang lain seperti warga batang yang kapalnya lama tidak laku, lalu ia Tabarrukan mengambil air sumur tanpo ono lalu disiramkan air sumur itu kekapalnya paginya ada orang dari jakarta yang membeli kapalnya dan mungkin jika kita selidiki masih banyak hal aneh dan indah  disekitar tanjung sari walaupun semua itu hakikatnya adalah kehendak dan rahasia Alloh subhanahu wata’ala yang Maha Kuasa untuk menampakkan kuasaNYa.                                                               
                                                                                                                            
                Kini tinggallah generasi muda karena nasib dan sejarah, ada ditangan pemuda,bagaimana menghargai jasa  pahlawannya seperti kata Bung Karno  bangsa yang besar adalah   bangsa yang menghargai jasa pahlawannya. walaupun para pahlawan itu tidak membutuhkan penghargaan. juga pesan Bung Karno yang sangat terkenal jangan sekali kali meninggalkan sejarah “Jas Merah” mampu kita aplikasikan dengan memahami sejarah para sesepuh dan leluhur karena jika tradisi dan petilasan ajaran mereka seperti : nyadranan, sedekah bumi, mendhak,Tingkeban,ziyarah kubur dan lainnya.serta makam-makam mereka dibiarkan lenyap maka anak cucu kita tidak akan mengenal siapa para pendahulu ( leluhur/sesepuh ) yang telah berjasa dengan peninggalan Desa atau Negeri yang gemah ripah loh jinawi ini dengan mayoritas umat islam.Amiiin, karena kini dikota besar terjadi pergulatan aqidah antara tradisi dan modernisasi semoga masyarakat kita yang merantau tidak terpengaruh angin islam modernisasi yang mengedepankan akal seperti sebagian orang yang selalu mengkafirkan atau menganggap melakukan tradisi adalah kesyirikan dan keseatan padahal semua tradisi yang kita jalani adalah peninggalan para ulama yang dipercaya sebagai para kekasih Alloh maka kita harus yaqin bahwa melakukan tradisi adalah Sebuah warisan leluhur  yang mengandung ibadah dan. maka segenap pembaca hendaklah tetap berpegang teguh pada ajaran para leluhur yang beraqidah ahlussunnah wal jamaah wallohu a’lam bi showab

KH.SAMSURI

KH.SAMSURI
RIWAYAT HIDUP KH. SYAMSURI
Syamsuri , lahir di dukuh plukasan desa banjiran kecamatan warungasem, tepatnya perbatasan dengan desa masin, lahir pada tahun + 1914 M. Dia putra pertama dari 7 bersaudara, 4 laki-laki, 3 perempuan (Syamsuri, Siti, Ahmad, Danuri (menjadi TNI di kuningan jawa barat sampai meninggal), Kulsum, Suyuti, Wasripah), dari pasangan pak Sarwan dengan ibu Kaspi, keluarga yang pas pasan. Keturunan sejati adalah keturunan sesudahnya, bukan sebelumnya. Sehingga untuk menjadi orang besar tidak harus dari keturunan orang besar atau kyai.
KH. Syamsuri waktu kecil banyak digunakan untuk belajar, pagi sekolah SR, habis sholat dhuhur ngaji Al-quran, kalau malam ikut ngaji kepada KH. Makhfudz (ayah KH. Miftah Makhfudz masin), Kyai Kasmali banjiran, Kyai Ahmad warungasem. bersama sahabatnya yaitu KH. Abdul Wahab masin, setelah itu mereka meneruskan kepondok pesantren KH. Maliki bin KH. Khomsah landungsari, walaupun laju/tidak menetap.
Diceritakan bahwa syamsuri bukan dari keturunan terhormat, syamsuri adalah keturunan seorang brandal, dia ingin sekali mondok, seperti teman-temanya yaitu, Abdul Wahab Siraj, Muhtadi Makhfudz, tetapi disisi lain melihat sang ibu dan adik-adiknya yang masih kecil-kecil, untuk makan sehari-hari saja tidak cukup, syamsuri juga anak pertama, ia merasa kasihan kepada orang tuanya.
Dia sudah banyak mendengar bahwa di desa simbang jenggot (nama dahulu untuk sebutan desa jenggot) dan sekitarnya adalah gudang para ulama’ dan kyai, seperti KH. Nur Hadi bin KH. Ilyas, KH. Shidiq bin Nur Muslim, KH. Rosul bin KH. Husein, KH. Munawir, KH. Thohir bin Abdullatif, KH. Ahmadun, KH. Abdus Shomad, KH. Mawardi dll,  makanya ia memilih desa jenggot, karena bisa di tempuh dengan berjalan kaki. 
Setelah itu, beliau pergi kedesa jenggot bekerja sambil mencari ilmu/ngaji kitab-kitab feqih, diantaranya kepada : KH. Nurhadi. Setelah lumayan lama dia belajar dengan KH. Nur Hadi, dan lumayan banyak ilmu yang di dapat dari beliau, dan beliau pun melanjutkan kepada Guru yang lain, seperti;  KH. Munawir, KH. Thohir bin Abdul Latif, KH. Abdushomad, dll. 
Beda dengan kyai yang satu ini, kebanyakan para ulama’/kyai itu putra kyai (keturunan kyai) dan mondok di pesantren-pesantren terkenal, sebaliknya syamsuri belajar kepada ulama’ dan kyai didesanya sendiri, di desa jenggot, pekalongan  dan sekitarnya, baginya ilmu sama saja, yang penting mempunyai himmah (cita-cita) yang tinggi, kemauan dan kesabaran. sehingga banyak ulama’ , kyai yang menyatakan kekagumannya. Diantaranya KH. Miftah masin, menurut beliau KH. Syamsuri sebenarnya bertabiat keras, penyabar dan ilmunya biasa biasa saja,  tetapi istiqomah dan manfaat ilmunya yang luar biasa.

A.GURU-GURU KH. SYAMSURI,
Sebagaimana diceritakan sebelumnya, dan seperti kyai-kyai yang lain beliau mempunyai guru-guru, dari guru Al-quran, feqih, sampai guru thoriqoh. Di antaranya; KH. Makhfudz masin, KH. Maliki bin KH. Khomsah landungsari, Kyai Kasmali banjiran, KH. Ahmad warungasem, dan setelah pergi kedesa jenggot beliau berguru kepada; KH. Nur Hadi (pendiri musholla Nurul Hadi), KH. Munawir (pendiri musholla Al-Munawir), KH. Thohir bin Abdullatif (pendiri Masjid Ar-Rohmah kradenan), KH. Abdus Shomad (jenggot gg 6), KH. Mawardi (pendiri musholla Khusnul Khotimah dan, KH. Shidiq ( pendiri masjid As-Shidiq dan kholifah thoriqoh Al-Qodiriyyah wa Naqsyabandiyyah), Al- Habib Ali bin Ahmad Al-Attas, KH. Abdul Ghofur (mursyid thoriqoh Al-Qodiriyyah wa Naqsyabandiyyah),  puton wonopringgo dll.

B.DAKWAH DAN PERJUANGAN  KH. SYAMSURI
KH. Syamsuri terpanggil untuk dakwah, menyampaikan ilmu yang sudah diperoleh dari guru-gurunya, dan juga atas perintah dari gurunya KH. Shidiq. Awalnya KH. Syamsuri takut, ragu dan malu pada dirinya sendiri, aku ini siapa ?, kemudian dia menghadap (sowan) kepada gurunya Al-Habib Ali bin Ahmad Al-Attas.  Beliaupun bertambah mantap atas nasihat yang diberikan oleh gurunya Al-Habib Ali bin Ahmad Al-Attas.
Singkat cerita, KH. Syamsuri memulai dakwahnya pada tahun 1956 M. Beliau mulai dari desanya sendiri yaitu banjiran, dan sekitarnya. Karena didaerah tersebut, memang sangat membutuhkan ulama’ dan kyai, karena masih kering dan gersang akan siraman rohani dari para ulama’, dan karena di daerah tersebut kebanyakan sarang penjahat, perampok, sarang kemaksiatan.
Dalam waktu singkat, KH. Syamsuri menambah daerah dakwahnya, dari kalibeluk, cepagan, kaliwareng, candi areng, sawahjoho, sejono, jemawu, pesaren, cluluk, dan sekitarnya. Sampai daerah Bendan  kota pekalongan dan sekitarnya. Setelah beberapa tahun beliau jalani dakwah dengan sabar, ulet, dan telaten, setiap pagi, siang dan terkadang malam hari dengan mengendarai sepeda kesayangannya (sepeda gasela), Beliau tidak pernah lelah untuk dakwah. 
Perjuangan KH. Syamsuri tidak lepas dari bantuan teman dan sahabatnya seperti, Kyai Amin bin KH. Maliki landungsari, KH. Abdul Wahab masin, Kyai Umar Hamdan bin Ahmad warungasem, KH. Muhtadi bin KH. Makhfudz, KH. Yusuf bandengan, KH. Khamim Badur simbang wetan, KH. Ahmad Anwas banjiran, KH. Abdullah paninggaran, KH. Sanusi Pandansari, Lebe Mustaram jenggot, KH. Zainuri karangdowo, Mbah Datuk sragi dll.

C.PELOPOR BERDIRINYA MASJID & MUSHOLLA
DISEKITAR WARUNGASEM
Memang KH. Syamsuri di desa jenggot hanya seorang pendiri musholla, , tetapi ternyata dibalik itu, beliau adalah pendiri masjid dan musholla di sekitar kecamatan warungasem pada tahun 1968, sperti; Masjid Jami’ “At-Taqwa” kaliwareng, Masjid Jami’ “Khusnul Khotimah” sawahjoho, dll.. Dan setelah pembangunan masjid maupun musholla itu selesai/sempurna, maka para santri santri beliau yang ada didaerahnya disuruh untuk merawat, dan mengurusnya.
Alhamdulillah jasa KH. Syamsuri, sehingga desa-desa tersebut, digembleng dengan kitab safinah, fasholatan, dll, yang sebelumnya sarang penjahat, perampok, dan kemaksiatan, bahkan gersang akan agama, siraman rohani, tidak mengerti sesuci, wudu, sholat, akhirnya banyak orang tahu  ngaji, sholat, dan wudlu, Semoga amal beliau bermanfaat dan diterima oleh Allah SWT.

D.MURID MURID KH. SYAMSURI
Diantara santri-santri beliau yang meneruskan perjuangan beliau antara lain ; Kyai Karzen sawah joho, KH. Abdul Bari klopo godo candiareng, kyai Umar sawahjoho, kyai Ustman sawahjoho, kyai Tasari sawahjoho, KH. Warda’i kaliwareng, kyai Mukhyiddin jemawu (badal KH. Samsuri), Kyai Sambari karangjati kedungwuni, KH. Mukhtar karangdadap, Kyai Surip bendan, KH. Busairi simbangkulon, dll.
E.WAFAT KH. SYAMSURI
Hari-hari beliau tidak lepas dari kegiatan bernuansa ibadah, mulai imam sholat maktubah, segala bentuk sholat sunah, ritual dzikir thoriqoh yang istiqomah, kegiatan dakwah.
, Tepat setelah selang satu minggu beliau sakit, hanya terbaring di tempat pembaringannya, yaitu tepatnya malam jum’at legi jam 22.00, tanggal 4 februari 1983 M, bertepatan dengan 21 Robiu tsani 1403.H. Isak tangis yang begitu mengharukan dari keluarga, kerabat, serta santri dan masyarakat pada umumnya, mengiringi kepergian KH. Syamsuri keharibaan Allah. Beliau meninggal di usia 69 tahun, meninggalkan seorang istri, dan beliau tidak meninggalkan keturunan, hanya meninggalkan mushollla dan santri-santrinya yang tersebar luas di pekalongan, batang dan sekitarnya. Semoga beliau selalu dalam rahmatNya dan ditempatkan pada tempat di mana orang-orang sholih ditempatkan. Amin…….
F.KHAUL KH. SYAMSURI 
Haul beliau dilaksanakan setiap bulan dzulhijjah, yaitu tanggal 19 dzulhijjah, bersama dengan haul Syaikh Datuk Abdullah Iman jenggot, yang makamnya ada di utara musholla beliau, dan dipercaya tokoh penyebar agama islam di desa jenggot dan sekitarnya, maka dari itu, haul kedua tokoh dukuh ngalangonan desa jenggot (nama dahulu), dijadikan satu,

Website

IKON

WWW.DATUKIMAN.COM

Website datukiman.com adalah sarana sekaligus ruang untuk menginformasikan berbagai kegiatan yang ada dipondok pesantren ini. dan bukan itu saja, kami juga menyediakan ruang pemasangan iklan untuk anda yang memiliki suatu usaha jual beli maupun jasa.
Memang semua itu tidak kami sajikan secara gratis, kami akan mendonasikan hasil dari pemasangan iklan-iklan anda untuk membiayai kebutuhan para santri kami.
Untuk itu bagi saudara semua yang berminat pasang iklan, segera hubungi kami diform yang telah kami sediakan. syarat dan ketentuan mohon dibaca terlebih dahulu.
Terima kasih atas partisipasi saaudara semua.

SYAIKH DATUK ABDULLAH IMAN

NGLANGONAN


SEJARAH
SYAIKH DATUK IMAN/ ABDULLAH IMAN/ DZATUL IMAN/
SYIDATUL IMAN/ R. PANGERAN JAKA LELANA
NGLANGONAN – JENGGOT - PEKALONGAN
Syaikh Datuk Abdullah Iman/ Syaikh Dzatul Iman diperkirakan hidup pada tahun 1523M. Beliau merupakan ulama’ yang hidup dimasa kerajaan Demak. Dan masih memiliki garis keturunan dengan Syaikh Jamaludin Husain (Datuk Towajo Makasar), dari istri putri Selindung Bulan/ Siti Syahirah Kelantan  Malaysia. Syaikh Jamaludin Husain menikah dengan putri syahirah diusia 80 th, pada tahun 1390M. Dan keduanya dikaruniai anak 3. 1.  Syaikh Ali Nurul alam (sultan Qonbul), 2. Syaikh Abdul Malik , dan 3. Siti Aisyah ( putri Ratna Kusuma). Syaikh Datuk Abdullah Iman bin Datuk Abdul Shomad bin Datuk Ahmad bin Datuk Abdul Malik bin Jamaludin Husain.

Ketika terjadi Penyerangan portugis keMalaka pada 24 Agustus 1511M, yang dipimpin oleh Alfonso de Albuquerque. Datuk Abdullah Iman ini masih usia belasan tahun, beliau menimba ilmu kepada orang tuanya sendiri dan para ulama’ diMalaka. Maka sejak saat itu para keluarga kerajaan dan para ulama' menyingkir ke negeri lain, dari sini akhirnya timbul kerajaan  kerajaan kecil diMalaysia dan sekitarnya, juga para ulama’ banyak yang menyelamatkan diri sampai kejawa.
Sedangakan Datuk Abdullah Iman diperintah oleh orangtuanya untuk hijrah kejawa yaitu keCaruban Larang ( nama kota Cirebon dahulu), karena diCirebon banyak saudara saudaranya, seperti; putra Datuk Shaleh yaitu Syaikh Abdul jalil (Syaikh Siti Jenar), Syaikh Datuk kahfi, dan diCirebon beliau diperintah untuk meneruskan belajarnya kepada saudara saudaranya. Banyak guru guru Datuk Abdullah Iman diCirebon diantaranya; Syarif Hidayatullah (sunan gunung jati), syaikh abdul jalil.
Datuk Abdullah Iman dipadepokan gunung jati menimba berbagai macam ilmu seperti halnya santri santri yang lain, seperti; diajarkan ilmu agama, cara beribadah yang benar, tasawuf (thoriqoh), membiasakan langkah dengan dzikir, juga diberi pemahaman tentang ilmu kanuragan, hikmah, pengobatan dan sebagainya. Beliau berguru diCirebon cukup lama sehingga diCirebon beliau mendapat sebutan R. Pangeran Jaka Lelana, setelah itu beliau bersama sahabatnya yaitu Pangeran Loh Sari (Maulana Maghribi) melanjutkan pengembaraanya sampai keJawa Timur yaitu diTuban, beliau berguru kepada para ulama’ diTuban termasuk Sunan Bonang.
Sama seperti halnya beliau ketika diCirebon, diTuban juga mendapat pengajaran langsung tentang ilmu-ilmu sufi (thoriqoh), karena para penyebar islam ditanah jawa dahulu tidak hanya mengajarkan ilmu syariat saja, diterangkan didalam kitab maupun buku-buku sejarah, seperti; diterangkan didalam kitab Akhlal Mustamiroh karangan As-Syaikh Abu Fadlol bahwa wali songo yang menyebarkan agama islam tidak hanya mengajarkan Ilmu syari’at saja, melainkan mengajarkan tiga ilmu yaitu; syari’at, tharikat, dan khakikat. Jadi wali songo yang menyebarkan agama islam ditanah jawa juga penganut thoriqoh, dan kebanyakan dari para beliau thoriqoh yang dianut adalah thoriqoh Qodiriyyah, Naqsyabandiyyah.
Sepeninggal sunan bonang th 1525M Datuk Abdullah Iman atau R. Pangeran jaka lelana berdakwah dan mendirikan padepokan yang bernama “Pasinggahan” yang berarti tempat singgah,  tepatnya didesa Nglirip Singgahan Tuban, dikenal dengan sebutan Syaikh Syarqowi (Dzatul Iman), diantara santri beliau  adalah Syaikh Abdul Jabbar Nglirip Tuban.
Beliau bersama sahabatnya P. Loh Sari meninggalkan Tuban untuk kembali keCirebon sambil berdakwah diperjalan, beliau sampai diPekalongan (bahasa cina “Poe-Chua-Lang”), dan pada masa itu Pekalongan masuk wilayah Pajajaran, bukan masuk wilayah Demak. Sementara padepokan pasinggahan diserahkan kepada santrinya, yaitu; Syaikh Abdul Jabbar.
Dan pada waktu itu pekalongan juga sudah banyak para ulama’ yang masih hidup dizamanya, seperti; Sayyid Husain bin Ainul Yaqin sunan Giri (pangeran Darma Kusuma) makam dowo medono, Datuk Abdul Malik Amir Al-Maghribi Depok blacanan Siwalan, Ngabehi Alwy bin R. Said sunan Muria  (Pangeran Kadilangu) Desa Kadilangu Batang, para pendiri masjid Auliya’ sapuro, dll.
Pangeran Loh sari (maulana Maghribi) memilih pantai utara atau sekarang masuk wilayah krapyak lor sebagai tempat dakwah dan pusat pendidikan. Sedangkan Datuk Syaikh Abdullah Imanmemilih tempat yang agak keselatan (sekarang Desa Jenggot), dan beliau mendirikan padepokan yang bernama “nglangonan”, sesuai dengan namanya nglangonan yang berarti “ nglangut/ sepi/ sunyi”, karena beliau adalah tokoh yang lebih suka sepi menyendiri hidup bersama dengan santri dan kawulo alit dan ingin menghindar dari urusan politik negara maupun kerajaan. Dipadepokan Nglangonan beliau dipanggil dengan sebutan syaikh Sidatul Iman atau Syaikh Syidatul Iman.
Pangeran Loh sari (maulana Maghribi) memilih pantai utara atau sekarang masuk wilayah krapyak lor sebagai tempat dakwah dan pusat pendidikan. Sedangkan Datuk Abdullah Iman memilih tempat yang agak keselatan (Jenggot), dan beliau mendirikan padepokan yang bernama “nglangonan”, sesuai dengan namanya nglangonan yang berarti “ nglangut/ sepi/ sunyi”, karena beliau ingin menghindar dari urusan politik negara maupun kerajaan. Dipadepokan Nglangonan beliau dipanggil dengan sebutan syaikh Sidatul Iman atau Syaikh Syidatul Iman.
Beliau mendirikan padepokan sebagaimana guru gurunya seperti; sunan bonang, sunan gunung jati dan yang lainnya, untuk mendidik para santri santrinya, dan beliau dipadepokan nglangonan Pekalongan ini sampai wafat dan beliau dimakamkan disekitar padepokanya. Namun seiring dengan waktu, padepokan Nglangonan seperti tak meninggalkan jejak, setelah sang pendiri padepokan wafat, serta para santri yang banyak meninggalkan padepokan untuk menyebarkan islam. Jadi beliau tidak kembali keCirebon, karena ada beberapa versi mengatakan, bahwa Datuk Abdullah Iman (P. Jaka Lelana) setelah dari Tuban beliau kembali keCirebon dan makamnya ada diCirebon bersama dengan gurunya, dikomplek makam sunan Gunung Jati, yang ada diPekalongan hanyalah petilasan saja, mengenai kebenaranya Wallahu ‘Alam. 
Kini yang tersisa hanyalah sejarah, pusara (makam beliau) dan sumur, seperti padepokan Ampel Denta sunan Ampel surabaya, padepokan gunung jati cirebon, padepokan sunan Giri, padepokan sunan bonang Tuban, dll, yang kini tinggal sejarah, telah lenyap ditelan oleh waktu.
Namun menurut riwayat dan penuturan orang-orang tua dahulu yang masih mengingat dalam memori mereka, bahwa peninggalan yang berupa surau yang berada disamping makam DatukAbdullah Iman  masih ada, pada pertengahan abad 19 atau sekitar tahun 1850M, yang dirawat oleh Datuk Abdul Majid (H. Abdul Majid).
Dan menurut Habib Mukhsin bin Syihab Bandar Batang, bahwa Kyai Ageng Pekalongan, Sayyid Ja’far Shodiq bin Tholib bin Shodiq (sunan Kudus II) dan Kyai Ageng Cempaluk pernah berguru kepada Datuk Abdullah Iman, mengenai kebenaranya Wallahu ‘Alam.
Setelah padepokan Nglangonan lenyap dan tinggal nama, kemudian pekalongan ramai kembali para penyebar islam diera kerajaan mataram, pertengahan abad 17 ( tahun 1623M) pekalongan resmi menjadi daerah kekuasaan Mataram, dengan ditandai diangkatnya pangeran Mandurorejo th 1623M sebagai bupati pekalongan pertama.
Jika ditilik mengenai sejarah tersebut di atas, maka syaikh Datuk Abdullah Iman ini merupakan tokoh penyebar islam diPekalongan fase kedua abad 16 (tahun 1560an) dan yang tertua dijenggot,  jauh sebelum wali jenggot dan yang lainnya. Maka tidak aneh, jika didaerah pekalongan hususnya didesa jenggot bertebaran makam-makam tua para penyebar agama islam, makamnya ada yang masih terawat dan tidak ada yang sudah lenyap, karena perubahan alam atau tangan jahil manusia.