SEJARAH
SYAIKH DATUK IMAN/ ABDULLAH IMAN/ DZATUL
IMAN/
SYIDATUL IMAN/ R. PANGERAN JAKA LELANA
NGLANGONAN – JENGGOT - PEKALONGAN
Syaikh
Datuk Abdullah Iman/ Syaikh Dzatul Iman diperkirakan hidup pada tahun 1523M. Beliau
merupakan ulama’ yang hidup dimasa kerajaan Demak. Dan masih memiliki garis
keturunan dengan Syaikh Jamaludin Husain (Datuk Towajo Makasar), dari istri
putri Selindung Bulan/ Siti Syahirah Kelantan
Malaysia. Syaikh Jamaludin Husain menikah
dengan putri syahirah diusia 80 th, pada tahun 1390M. Dan keduanya dikaruniai
anak 3. 1. Syaikh Ali Nurul alam (sultan
Qonbul), 2. Syaikh Abdul Malik , dan 3. Siti Aisyah ( putri Ratna Kusuma). Syaikh Datuk Abdullah Iman bin Datuk
Abdul Shomad bin Datuk Ahmad bin Datuk Abdul Malik bin Jamaludin Husain.
Ketika terjadi
Penyerangan portugis keMalaka pada 24 Agustus 1511M, yang dipimpin oleh Alfonso de Albuquerque. Datuk Abdullah Iman ini masih usia
belasan tahun, beliau menimba ilmu kepada orang tuanya sendiri dan
para ulama’ diMalaka. Maka sejak saat itu para keluarga kerajaan dan para
ulama' menyingkir ke negeri lain, dari sini
akhirnya timbul kerajaan kerajaan kecil
diMalaysia dan sekitarnya, juga para ulama’ banyak yang menyelamatkan diri
sampai kejawa.
Sedangakan Datuk Abdullah Iman diperintah oleh orangtuanya untuk hijrah kejawa yaitu
keCaruban Larang ( nama kota Cirebon dahulu), karena diCirebon banyak saudara
saudaranya, seperti; putra Datuk Shaleh yaitu Syaikh Abdul jalil (Syaikh Siti
Jenar), Syaikh Datuk kahfi, dan diCirebon beliau diperintah untuk meneruskan
belajarnya kepada saudara saudaranya. Banyak guru guru Datuk Abdullah Iman
diCirebon diantaranya; Syarif Hidayatullah (sunan gunung jati), syaikh abdul
jalil.
Datuk Abdullah Iman
dipadepokan gunung jati menimba berbagai macam ilmu seperti halnya santri
santri yang lain, seperti; diajarkan ilmu agama, cara beribadah yang benar,
tasawuf (thoriqoh), membiasakan langkah dengan dzikir, juga diberi pemahaman
tentang ilmu kanuragan, hikmah, pengobatan dan sebagainya. Beliau berguru diCirebon
cukup lama sehingga diCirebon beliau mendapat sebutan R. Pangeran Jaka Lelana,
setelah itu beliau bersama sahabatnya yaitu Pangeran Loh Sari (Maulana
Maghribi) melanjutkan pengembaraanya sampai keJawa Timur yaitu diTuban, beliau
berguru kepada para ulama’ diTuban termasuk Sunan Bonang.
Sama seperti halnya beliau ketika diCirebon, diTuban juga
mendapat pengajaran langsung tentang ilmu-ilmu sufi (thoriqoh), karena para
penyebar islam ditanah jawa dahulu tidak hanya mengajarkan ilmu syariat saja,
diterangkan didalam kitab maupun buku-buku sejarah, seperti; diterangkan
didalam kitab Akhlal Mustamiroh karangan As-Syaikh Abu Fadlol bahwa wali songo
yang menyebarkan agama islam tidak hanya mengajarkan Ilmu syari’at saja,
melainkan mengajarkan tiga ilmu yaitu; syari’at, tharikat, dan khakikat. Jadi
wali songo yang menyebarkan agama islam ditanah jawa juga penganut thoriqoh,
dan kebanyakan dari para beliau thoriqoh yang dianut adalah thoriqoh
Qodiriyyah, Naqsyabandiyyah.
Sepeninggal sunan
bonang th 1525M Datuk Abdullah Iman atau R. Pangeran jaka lelana berdakwah dan
mendirikan padepokan yang bernama “Pasinggahan” yang berarti tempat
singgah, tepatnya didesa Nglirip Singgahan Tuban, dikenal dengan sebutan Syaikh Syarqowi (Dzatul Iman), diantara
santri beliau adalah Syaikh Abdul Jabbar
Nglirip Tuban.
Beliau
bersama sahabatnya P. Loh Sari meninggalkan Tuban untuk kembali keCirebon
sambil berdakwah diperjalan, beliau sampai diPekalongan (bahasa cina
“Poe-Chua-Lang”), dan pada masa itu Pekalongan masuk wilayah Pajajaran, bukan
masuk wilayah Demak. Sementara padepokan pasinggahan diserahkan
kepada santrinya, yaitu; Syaikh Abdul Jabbar.
Dan pada waktu itu
pekalongan juga sudah banyak para ulama’ yang masih hidup dizamanya, seperti;
Sayyid Husain bin Ainul Yaqin sunan Giri (pangeran Darma Kusuma) makam dowo
medono, Datuk Abdul Malik Amir Al-Maghribi Depok blacanan Siwalan, Ngabehi Alwy
bin R. Said sunan Muria (Pangeran
Kadilangu) Desa Kadilangu Batang, para pendiri masjid Auliya’ sapuro, dll.
Pangeran Loh sari (maulana Maghribi) memilih
pantai utara atau sekarang masuk wilayah krapyak lor sebagai tempat dakwah dan
pusat pendidikan. Sedangkan Datuk Syaikh Abdullah Imanmemilih tempat yang
agak keselatan (sekarang Desa Jenggot), dan beliau mendirikan padepokan yang
bernama “nglangonan”, sesuai dengan namanya nglangonan yang
berarti “ nglangut/ sepi/ sunyi”, karena beliau adalah tokoh yang
lebih suka sepi menyendiri hidup bersama dengan santri dan kawulo alit dan
ingin menghindar dari urusan politik negara maupun kerajaan. Dipadepokan
Nglangonan beliau dipanggil dengan sebutan syaikh Sidatul Iman atau Syaikh
Syidatul Iman.
Pangeran Loh sari
(maulana Maghribi) memilih pantai utara atau sekarang masuk wilayah krapyak lor
sebagai tempat dakwah dan pusat pendidikan. Sedangkan Datuk Abdullah Iman
memilih tempat yang agak keselatan (Jenggot), dan beliau mendirikan padepokan
yang bernama “nglangonan”, sesuai dengan namanya nglangonan yang
berarti “ nglangut/ sepi/ sunyi”, karena beliau ingin menghindar
dari urusan politik negara maupun kerajaan. Dipadepokan Nglangonan beliau
dipanggil dengan sebutan syaikh Sidatul Iman atau Syaikh Syidatul Iman.
Beliau
mendirikan padepokan sebagaimana guru gurunya seperti; sunan bonang, sunan
gunung jati dan yang lainnya, untuk mendidik para santri santrinya, dan beliau
dipadepokan nglangonan Pekalongan ini sampai wafat dan beliau dimakamkan
disekitar padepokanya. Namun seiring dengan waktu, padepokan Nglangonan seperti
tak meninggalkan jejak, setelah sang pendiri padepokan wafat, serta para santri
yang banyak meninggalkan padepokan untuk menyebarkan islam. Jadi beliau tidak
kembali keCirebon, karena ada beberapa versi mengatakan, bahwa Datuk Abdullah
Iman (P. Jaka Lelana) setelah dari Tuban beliau kembali keCirebon dan makamnya
ada diCirebon bersama dengan gurunya, dikomplek makam sunan Gunung Jati, yang
ada diPekalongan hanyalah petilasan saja, mengenai kebenaranya Wallahu
‘Alam.
Kini
yang tersisa hanyalah sejarah, pusara (makam beliau) dan sumur, seperti
padepokan Ampel Denta sunan Ampel surabaya, padepokan gunung jati cirebon,
padepokan sunan Giri, padepokan sunan bonang Tuban, dll, yang kini tinggal
sejarah, telah lenyap ditelan oleh waktu.
Namun menurut riwayat dan penuturan orang-orang
tua dahulu yang masih mengingat dalam memori mereka, bahwa peninggalan yang
berupa surau yang berada disamping makam DatukAbdullah
Iman masih ada, pada pertengahan abad 19
atau sekitar tahun 1850M, yang dirawat oleh Datuk Abdul Majid (H. Abdul Majid).
Dan
menurut Habib Mukhsin bin Syihab Bandar Batang, bahwa Kyai Ageng Pekalongan,
Sayyid Ja’far Shodiq bin Tholib bin Shodiq (sunan Kudus II) dan Kyai Ageng
Cempaluk pernah berguru kepada Datuk Abdullah Iman, mengenai kebenaranya
Wallahu ‘Alam.
Setelah
padepokan Nglangonan lenyap dan tinggal nama, kemudian pekalongan
ramai kembali para penyebar islam diera kerajaan mataram, pertengahan abad 17 (
tahun 1623M) pekalongan resmi menjadi daerah kekuasaan Mataram, dengan ditandai
diangkatnya pangeran Mandurorejo th 1623M sebagai bupati pekalongan pertama.
Jika ditilik mengenai sejarah tersebut di atas,
maka syaikh Datuk Abdullah Iman ini merupakan tokoh penyebar islam diPekalongan
fase kedua abad 16 (tahun 1560an) dan yang tertua dijenggot, jauh sebelum wali jenggot dan yang lainnya.
Maka tidak aneh, jika didaerah pekalongan hususnya didesa jenggot bertebaran
makam-makam tua para penyebar agama islam, makamnya ada yang masih terawat dan
tidak ada yang sudah lenyap, karena perubahan alam atau tangan jahil manusia.
0 komentar:
Posting Komentar